"HIJRAH"
Bintang berpijar beserta rembulan
bersikap setia memberi cahaya pada penikmat-penikmat dunia. Gemuruh sound-sound
besar menggema di desa-desa, menandkan banyak sekali pesta. Lalulalang
pemuda-pemudi dengan gaun elok dan dandanan versi jawa modern menghiasi
jalan-jalan perkampungan. Membuat seorang wanita yang berdiam sedikit merasa miris
melihatnya. Lantaran banyak di antara mereka yang belum menyandang kata "sah".
Wajahnya terlihat tampak kebingungan untuk melangkahkan kaki menghadiri
pesta-pesta pernikahan itu. Bagaimana tidak dalam satu pekan ia bisa
mendapatkan lima sampai tujuh undangan dari mulai adik kelasnya dulu sampai teman-teman kuliahnya.
Di bulan September, banyak sekali sepasang kekasih mengikat janji suci sehidup semati yang disaksikan pihak keluarga. maklum di bulan ini sagat diharapkan bagi para penikmat dunia tuk merayakan hajat dan sebagainynya. selagi masih harum akan lebaran haji, ditambah panen padi yang bagus.
Di bulan September, banyak sekali sepasang kekasih mengikat janji suci sehidup semati yang disaksikan pihak keluarga. maklum di bulan ini sagat diharapkan bagi para penikmat dunia tuk merayakan hajat dan sebagainynya. selagi masih harum akan lebaran haji, ditambah panen padi yang bagus.
"Mbba beli esnya Mba"
"Iyah silahkan duduk Bu"
“Emba kok jagain kios terus, kapan jalan dengan kekasihnya”
Goda si pembeli.
“untuk apa Bu jika sekedar mondar-mandir tak jelas, toh
mereka yang memegang tangan pasangan mereka malam ini, belum tentu bisa
memegang janji suci”
Percakapan pedagang wanita yang
terbilang religius itu menggambarkan sikapnya yang tak hobi berjalan-jalan, belanja,
dan menghamburkan harta, malah ia lebih sering membantu ibunya berjualan di simpang
tiga Murasaba. Setiap pagi ia menjual gado-gado dan minuman
dengan ibunya dari mulai pukul 06.30 sampai 15.00. Ia juga melanjutkan pendidikannya
ke jenjang kuliah dan mengambil program studi Bahasa dan Sastra Indonesia, meskipun terkadang ia ambil cuti karena tak ada biaya
"Rahmi Ibu mau tanya, apa kau sudah ingin
menikah"
"menikah sih ingin Bu, tapi bagaimana kehendak Allah saja" ucap Rahmi sambil mengerinyitkan dahinya dan tersenyum. Tak jarang ibunya menanyakan prihal demikian. Lantarn
kepingin anaknya segera mendapatkan jodoh seperti teman-temannya yang hampir
semuanya sudah menikah. Ibunya kadang merasa takut jika anaknya terus menerus
berjualan tanpa memedulikan laki-laki yang menyukainya. Padahal banyak
laki-laki tampan dan cukup mapan yang ingin mempersuntingnya, hanya saja Rahmi
belum ingin menikah terburu-buru.
Kesiapan untuk menikah baginya
bukan perkara yang main-main. Dibutuhkan kesiapan mental dan rela mengikhlaskan
segalanya. Ikhlas menjauhi kebiasaan masa lalun dan ikhlas merelakan
semua aktivitas yang tidak disenangi suami, tapi yang terpenting adalah merubah
dirinya untuk jadi makmum yang baik dan membawa suami ke jalan syurga Allah. Karena
istri solehah merupakan perhiasan dunia yang mampu menarik hasrat suami tuk berjalan
lurus atau berjalan dengan liku-liku hawa nafsu.
Hari demi hari Ibu Rahmi memikirkan anaknya yang semakin bertambah
usia. Kadang menjadikan anaknya sebagai bahan perbincangan dengan ibu-ibu
pembeli untuk dicarikan lelaki yang tepat bagi anaknya. Bukannya Rahmi tak tau
akan kelakuan ibunya. Ia pun menyadari bahwa sikap ibunya itu secara tak
langsung menginginkan dirinya segera menikah. Yah sebagai pedagang gado-gado
sekaligus warung makan kecil kecilan, rahmi tak jarang mendapatkan sindiran
berbumbu canda.
"Neng, kapan nih mau undang-undang ibu. Jangan
terus-terusan diundang Neng nanti ketinggalan periode loh".
Celotehan seperti itu lah yang mengusik pikirannya. Bagaimana
tidak, hampir semua ibu-ibu yang kenal dengannya menanyakan hal serupa. Di
tambah Pandangan masyarakat, akan pernikahan itu sebagai investasi
berkepanjangan. Jika anak-anak mereka menikah maka amplop berisi lembaran
nominal dengan sendirinya berdatangan yang nantinya membuat mereka terciprat
harta anaknya. Lalu jika anak mereka perempuan, orang tuanya tak
tanggung-tanggung meminta barang bawaan yang banyak, agar anaknya tak
repot-repot lagi Membeli perabotan rumah dan mengurangi beban keluarga. Bagi calon pengantin laki-laki mereka mencari kesana kemari sumbangan dari berbagai kerabat dan teman, ada juga yang hanya menanti. tetapi jika belum merasa cukup tuk merayakan pesta, mereka pasti mencari karena biaya menikah tak semurah membeli bawang. Ada yang menyumbang roko, bahan pokok atau uang untuk keperluan yang lainnya. Meski tak semuanya calon mempelai wanita mendapatkan calon suami yang diinginkan.
Namun rata-rata masyarakat di kampung Rahmi demikian. Banyak kalangan remaja di
lingkungannya yang tergila-gila duduk di pelaminan, mereka tak peduli masa
depan mereka setelah menikah, dan hati mereka pun masih banyak yang tidak kokoh
dengan pendiriannya. Lantaran umur yang masih terbilang muda. Alhasil
banyak sekali ikatan-ikatan yang terputus begitu saja. Yah perceraian, kata
talak dijadikan perkara yang mudah dilontarkan oleh pasangan suami istri
sungguh memprihatinkan bagi anak-anak mereka yang sudah menyaksikan gejolak
pertengkaran bapak dan ibunya. Itu semua membuktikan mereka lebih mementingkan
nafsunya saja ketimbang keharmonisan rumah tangga mereka. Tak memikirkan berapa
jumlah biaya yang sudah dikeluarkan saat mengikat janji suci. Syukur-syukur
memakai biaya sendiri, terkadang orang tua yang memfasilitasi pernikahannya.
Tak hanya dikalangan remaja, bibit-bibit generasi bangsa tepatnya anak sekolah,
di era melenium, mengadopsi gaya berpacaran orang asing. Kemesraan yang tak layak bagi pelajar ditonjolkan secara cuma-cuma, mengajak pasangannya wara-wiri dengan
pelukan erat saat menaiki roda doa, dan mengunjungi tempat-tempat bernuansa
estetis dan romantis dengan bergandengan tangan sesekali berpelukan mencuri
kesempatan yang ada, padahal uang yang mereka pakai tidak lain adalah hasil
keringat orang tuanya. Kemudian mempublikasikan kemesraan mereka di berbagai
media sosial seolah memproklamirkan bahwa dunia ini milik mereka saja dengan
caption yang berbau romantis seakan sudah menjadi suatu kesatuan dalam rumah
tangga. Belum lagi dikalangan mahasiswa ada beberapa teman Rahmi yang rela bersentuhan dengan pasangannya bahkan ada yang
mengaku pernah melakukan hubungan intim. Rahmi pun tak menyangka ada salah satu
temannya yang rela melakukan perbuatan keji itu demi pujaan hati yang belum
tentu menjadi suaminya. Sekalipun pasti menjadi suaminya, perbuatan zina
tetaplah haram, jangankan melakukannya, mendekatinya saja sudah jelas tindakan
tercela. Maka dari situlah Rahmi enggan tuk berpacaran ditambah dengan
komitmennya yang begitu kuat. Semua fenomena
itu terlintas dalam ruang pemikiran Rahmi, ia tak ingin kejadian-kejadian
seperti itu mengakar dalam budaya remaja di Negeri Jaya khususnya di kampungnya, maka ia lebih memilih
mempersiapkanya matang-matang dan mencari lelaki yang mampu jadi panutan
ketimbang menikah hanya bermodalkan cinta.
Senja merona dihadapan wanita
anggun dan terhias rapih, wanita itu merasa aneh dengan hatinya yang tiba-tiba
gelisah. Lantaran rasa takut menyelimuti kalbu. Ia hawatair apabila tak segera
menikah imannya akan dirongrong syetan. Ia sempat melamun di kala genderang
malam tiba yang mendekap bulan sehingga tak memancar. Jodoh adalah suatu
misteri yang tak ada rumus pemecahannya, mungkin mereka bisa berpacaran dengan
siapa saja, dekat, berjalan dengan lelaki mana pun, tapi yang perlu diketahui,
yang mereka cintai belum pasti menjadi jodoh. Allah sudah menggariskan
jalan hidup manusia di lauhil mahfudznya.
Menikah memanglah suatu kesunahan
dari agamanya. Tapi Rasulallah memberi jalan bagi yang belum mampu menikah
untuk melaksanakan puasa sunah, dan rahmi menjalankan ritual itu tuk mengurangi syahwat. Tiba-tiba Rasa hawatir Rahmi pada anak-anak remaja yang
masih duduk di bangku sekolah semakin bertambah, ketika ia membuka facebook dan
melihat berbagai status terkait menikah, dan cinta. Apakah mereka tak
memikirkan bagaimana masa depannya atau tak ingin bercita-cita tinggi lalu
membanggakan orang tuanya. Begitulah pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam kerangka
pikiran Rahmi. Sekali lagi bagi Rahmi menikah itu bukan perkara yang mudah.
Tidak seperti memakai sepatu lalu berjalan-jalan seenaknya.
Minggu-minggu berikutnya Rahmi
mulai merasa minder dengan teman-temannya yang sudah berkeluarga. Dengan
membawa suami mereka pamer kebahagiaan di depan umum. Ada pun yang belum
menikah mereka sudah memutuskan hubungan serius dengan pasangannya. Namun rahmi
selalu sendiri jika pergi ke acara resepsi pernikahan temannya. kadang diantar
oleh ojek online. Teman-temanya pun mempertanyakan dengan nada berbisik-bisik.
“Apa Rahmi tak ingin segera menikah seperti kita?”.
“Entahlah rahmi mungkin ingin fokus dengan kuliahnya”
Iyh mahasiswa jika sudah dipertemukan dengan jodohnya
terkadang tak fokus dengan kuliah, apalagi saat ini ia sudah di tahap akhir”.
Itu semua pernah dialami oleh Rahmi
sendiri. Kala itu ia masih semester 4 saat menjalin asmara dengan seorang
laki-laki dari Fakultas Ekonomi ia lupa dengan tugas-tugas kampus dan tak
pernah fokus pada saat jam kuliah berlangsung, yang ada ia selalu menunggu
sapaan dan perhatian pacarnya. Waktu liburnya hanya ingin bertamasya berdua lalu
menghapus apa yang namanya kerja kelompok. Ia juga sering menolak perintah
orang tuanya untuk menunggu kiosnya. Tetapi semua masa lalu kelabu itu, kini
sudah ia tinggalkan dan tak ingin ia kembali ke jalan tersebut. Begitulah masa
lalu rahmi yang menghantui bayang-bayangnya untuk menjalin asmara. Kini ia
mulai berbenah diri, selektif dan berkomitmen. Ia tak ingin menikah, jika
kuliahnya belum selesai, dan tak mau berpacaran tanpa ada ikatan yang jelas.
Itulah pondasi yang ia pegang erat-erat. Komitmen itu juga yang membuat dirinya menolak laki-laki yang mengutarakan cintanya. Awalnya perubahan Rahmi terbawa oleh arus pergaulan sahabatnya di kampus. Ia diberi motivasi serta wawasan yang lebih luas akan indahnya Islam, dan sering dihadapkan dengan tontonan beberapa penceramah yang terkemuka dalam urusan agama. Salah satunya
Ustad Abdul Somad. Ia selalu teringat akan pemaparan beliau akan sosok wanita
solihah, yang mampu menjaga auratnya dari mata lelaki yang bukan mahromnya. "Jika
wanita bisa menjaga auratnya di hadapan laki-laki, dia tidak hanya menyelamatkan dirinya saja tetapi sama saja dengan menyelamatkan banayak orang
dari api neraka" itu yang masih terngiang dalam benaknya. dan bertutur kata yang baik, serta tidak melakukan zina atau
mendekatinya. Perkara jodoh Allah sudah menjelaskannya dalam Al-Quran “Wanita-wanita yang keji adalah untuk
laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang
keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan
laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)” QS An-Nur
ayat 26. Rahmi setelah mendengar ayat tersebut mulai intropeksi akan dirinya.
Apakah ia sudah menjadi wanita yang baik, atau justru menjadi wanita yang keji,
Kesibukan pun mulai mengisi
waktu wanita yang sudah berhijrah itu, lusa Rahmi akan diwisuda. Kabar
gembira itu telah sampai pada sang Ibu. Ibunya pun sangat bahagia. Terlintas
bayang-bayang Rahmi yang dikenakan toga hitam lalu menyandang gelar sarjana. Sesampainya
di rumah seorang pemuda melamar anaknya dengan mahar yang jarang didengar oleh
kebanyakan wanita. Yakni meminang dengan surat Annisa dan 20 gram emas.
"Bu kok melamun?" tanya Rahmi.
Ibunya hanya senyum-senyum dan memeluk anaknya. Kabar ini
juga terdengar oleh laki-laki yang jauh-jauh hari ingin melamarnya setelah Rahmi
diwisuda.
Esok hari tiba, Rahmi memutuskan menginap di kosant
temannya sehingga meminta pamit terlebih dahulu dan meminta ibu dan sanak keluarganya
menyusul pagi nanti.
"Bu, jika nanti Rahmi sudah menyandang gelar ini,
harapan ibu pasti akan tercapai secepat mungkin. Rahmi pun tak ingin
bersembunyi dari dosa yang menggoda iman Bu" janji itu terucap dari mulut
wanita yang cantik san syahdu itu. Tak kuasa mendengar anaknya berbicara
bersinar mutiara, airmatanya meleleh dan mengalir melintasi pipi yang mulai
mengkerut. Pagi itu Rahmi memakai pakaian yang menutupi semua lekuk tubuhnya,
dan mengenakan kerudung panjang ukuran XXL agar terlihat rapih dan tidak
mengundang syahwat. Ia bertekad untuk berhijrah dari masa lalunya yang tebilang
terbawa arus westernisasi. Pagi itu ia mencium tangan ibunya yang jadi penyejuk hati, agar mental dan moralnya terjaga.
"Bu Rahmi meminta izin untuk ke rumah Surtiah dia mau berangkat ke kampus bersama".
"Silahkan mutiaraku, hati-hati yak Nak. ngomong ada keperluan apa lagi ke kampus?"
"mengambil pakaian wisuda Bu untuk dikenakan besok"
Ibunya tersenyum simpuh ketika Rahmi melangkahkan kaki untuk pergi kerumah temannya. Sayangnya Rahmi tidak diantarkan oleh siapapun. Ia memilih naik angkot karena ingin menghemat uangnya. Sesampainya di jalan raya wanita berkerudung panjang itu menyebrangi jalan yang kala itu ramai oleh truk-truk besar pengangkut tanah. Dengan sangat berhati-hati Rahmi melangkah dengan membaca Bismillah, tapi tak disangka dari arah yang berlawanan terlihat mobil box melaju dengan ugal-ugalan kala itu rahmi tinggal dua atau tiga langkah lagi menaiki angkot, ia hanya fokus pada dzikir yang ia ucapkan beriringan dengan langkahnya, dan saat kakinya mulai menemukan pintu angkot yang hendak ia naiki, mobil box hitam itu menghantam dengan kerasnya dibagian kiri dari angkot. Seketika semua cahaya yang terlintas dalam ingatan Rahmi memudar secara perlahan.“Ashaduanlailahailallah Waashaduanna Muhammadarasulallah” lantunan itulah yang terakhir kali diucapkan wanita mulia itu.
"Bu Rahmi meminta izin untuk ke rumah Surtiah dia mau berangkat ke kampus bersama".
"Silahkan mutiaraku, hati-hati yak Nak. ngomong ada keperluan apa lagi ke kampus?"
"mengambil pakaian wisuda Bu untuk dikenakan besok"
Ibunya tersenyum simpuh ketika Rahmi melangkahkan kaki untuk pergi kerumah temannya. Sayangnya Rahmi tidak diantarkan oleh siapapun. Ia memilih naik angkot karena ingin menghemat uangnya. Sesampainya di jalan raya wanita berkerudung panjang itu menyebrangi jalan yang kala itu ramai oleh truk-truk besar pengangkut tanah. Dengan sangat berhati-hati Rahmi melangkah dengan membaca Bismillah, tapi tak disangka dari arah yang berlawanan terlihat mobil box melaju dengan ugal-ugalan kala itu rahmi tinggal dua atau tiga langkah lagi menaiki angkot, ia hanya fokus pada dzikir yang ia ucapkan beriringan dengan langkahnya, dan saat kakinya mulai menemukan pintu angkot yang hendak ia naiki, mobil box hitam itu menghantam dengan kerasnya dibagian kiri dari angkot. Seketika semua cahaya yang terlintas dalam ingatan Rahmi memudar secara perlahan.“Ashaduanlailahailallah Waashaduanna Muhammadarasulallah” lantunan itulah yang terakhir kali diucapkan wanita mulia itu.
Abdullah bin Amr radhiallahu ‘anhuma meriwayatkan sabda Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam:
"Sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah." (HR. Muslim)
Kota Bumi, 26 September 2017.
Iqbal Qurnawan
No comments:
Post a Comment