Kota Bandung yang disebut kota kembang menjadi pujaan setiap insan. Tapi semua itu tidak istimewa bagi Lintang mahasiswi D3 kebidanan tingkat akhir.
Di pinggir jalan KAA lintang duduk merasa kesal dengan semua yang terjadi, menganggap Tuhan tak adil memperlakukan dirinya. Setelah kuliahnya harus ia relakan tertunda karena tak ada biaya. Usaha ayahnya bangkrut, ditipu oleh rekan kerja. Semua itu berimbas pada anak-anaknya salah satunya Lintang. Malam ini wanita berambut panjang itu kembali mengutuk diri dengan bermabuk. Bukan pendidikannya saja yang hancur, kisah asmaranya pun dengan Ferdi terbilang tragis. Lelaki pilihannya itu pergi begitu saja setelah tau Lintang tak seasik dan senikmat dulu. Semua ini tidak lain ulahnya sendiri yang dulu terlalu santai dengan kuliah dan lebih memilih hiporia yang tiada habisnya.
Tepat pukul 12.00 teman malamnya sudah habis dilarutkan ke dalam perutnya. Kata-kata kotor satu persatu dikeluarkan pada siapa pun yang melintas dihadapannya. Pengaruh alkohol itu semakin membuatnya tak sadar. Beberapa pejalan kaki harus rela menerima umpatan yang tak senono dari mulut mungil yang sudah tak bergincu itu. Mereka mengira wanita itu sudah tak waras, sehingga tak begitu memperdulikan. Lintang kina menari bebas di tepi malam yang begitu gelap gulita tanpa siapapun yang memberinya cahaya. Tiba-tiba Ia merasa tubuhnya dihantam terjangan ombak lalu kemudian dihempaskan di tubir pantai yang kotor dan menjijikkan, sampai ia tersadar dari sampan mabuknya.
"Hei, Hei, Hei sedang apa kau disini seperti orang gila?" tanya pemuda barusan mencioratkan air pada wajah LIntang.
Terserah aku, sesukaku, apa urusannya denganmu. Jawabnya ketus. "Ini lagi, pakaianku sampai basah akibat ulahmu".
"Maaf, maaf habis aku tidak tau bagaimana menyadarkanmu dari mabuk. Jadi kusiram saja biar sadar. Sejak kapan kamu hobi seperti ini. Bukankah Lintang yang aku kenal hidup dengan kemewahan dan tidak suka hidup dengan kesendirian".
Lintang menatap tajam wajah lelaki itu, seolah harimau yang siap mencengkram mangsanya. Tetapi tiba-tiba ia justru tertawa dan bersandar.
"Semua itu hilang dan musnah seketika. Semua orang di sekelilingku satu persatu hilang. Termasuk kekasihku Ferdi.
Aku hidup dalam kesendirian hanya minuman ini yang sanggup menemani malamku. Tuhan begitu kejam, mencabut semua kebahagiaanku"
"Tuhan tidak seperti itu. Tuhan yang kukenal bukanlah Tuhan yang kau maksud".
"Lantas apa mauNya membiarkanku terlena dalam kegelisahan dan kegundahan tanpa harta dan kasih sayang" tanya Lintang dengan intonasi tinggi.
"Nanti kau akan tau jawabannya setelah kau mengambil benang merah dari perjalanan hidupmu. Ketahuilah nafas yang kau peroleh saat ini pun adalah pemberian darinya, kau harusnya bersyukur. Apa pernah kau merasa cukup, kemudian bersyukur pada tuhanmu?"
Lintang kembali meredup dan terdiam. Entah apa yang sedang ia pikirkan.
"Kau lupa Lintang saat dulu kau menghabiskan hartamu sesuka hati. Hanya untuk menghidupi dirimu dan nafsumu sendiri. Aktivitas kebanyakan mahasiswi kebidanan atau keperawatan memikul hobi shopping dan berkencan dengan pasangannya. Tetapi kau justru lebih parah dari mereka. Bukankah dulu kau pernah menolakku yang bermodalkan cinta dan prestasi; lantas kau pilih lelaki bermobil itu yang hobinya memodifikasi dan bermain wanita. Lalu kemanakah dia disaat kau terjerat dalam kegelapan ini. Apa hartanya berguna saat kau terpuruk?" Tanya Ardi lelaki yang menghampiri Lintang. "Sudah berapa lelaki pula kau samaratakan menganggapnya teman biasa dengan perhatianmu yang membuat mereka terjebak dengan cinta, salah satunya aku pula".
"Tapi semua itu kulakukan demi kebahagiannku. Aku hanya bersikap baik pada orang yang sudah baik denganku" ucap Lintang.
"Apa itu yang dinamakan balasan kebaikkan, kau sampai rela menemani mereka kencan sampai pagi dan itu kau anggap biasa. Setelah itu kau rayu mereka untuk memenuhi segala kemauanmu dan lambat laun kau menghindar dan menjauhinya. Apa itu yang dinamakan balasan kebaikkan ?" Nada Ardi semakin meninggi.
Plaaaak" tamparan yang langsung meninggalkan jejak pada pipi Ardi.
"Silahkan kau gampar aku sesukamu!
Aku tau Tang, bahkan aku selalu berdialog dengan malam agar ia menjagamu dari bisikan setan mana pun"
"Kau bisa tau semua itu dari siapa?" tanya Lintang seolah tidak menyangka Ardi mengetahui semua itu.
"Tidak penting aku tau dari siapa, yang jelas semua keburukkanmu aku tau bahkan saat kau hend....." Ardi berhenti tak melanjutkan kata-katanya karena Lintang mencekal perkataan Ardi.
"Cukup Ardi, aku tidak mau kembali mengingat masa laluku yang kelam. Biarkan semua itu larut dengan minumanku. Biarkan aku menari dengan lampion di simpang jalan, biarkan aku sendiri ikut hancur dengan kenangan dulu." Lintang menangis dan menghempaskan air matanya pada bahu Ardi. "Cukup, C..uku..p" sambil terbata-bata lintang menangis sejadi-jadinya.
No comments:
Post a Comment