Wednesday, November 7, 2018

PERJALANAN-PERJALANAN NOVEL


Praktik Palsu Di Negeri Khayalan
Novel
Pagi ini langit mengutuk keras mentari untuk tetap meredup sampai awan hitam menangisi semesta. Kicauan-kicauan syahdu menyerupai instrumental merdu tak terdengar melengking, hanya terdengar decak tangis yang sunyi di pagi hari. Aktifitas insan-insan petarung tak sehebat biasanya, yang terkadang menggeluti rimbanya bumi.
Jam dinding menunduk lesu dengan jarum jam yang tak tegak menunjuk terpampang di sudut kamar beruykuran 4 kali 5 meter. Kamar sederhana penuh catatan-catatan jadwal yang mengatur aktifitas hidup. 
“Hei Nak Fauzi bangun !, lihat jam dinding di sudutmu sudah pukul 07.00. bukannya hari ini kamu mau melamar kerja sebagai guru di SMA Hikmah Nusantara”, printah si Mbok, sambil tangannya sibuk menarik-narik selimut lessu.
“Astagfirullahaladzim, Mbok saya ketiduran setelah solat subuh tadi” jawab Fauzi sasegera bergegas dan kalang kabut.
Si Mbok hanya tertawa pelan melihat Fauzi keponakannya itu terpingkal-pingkal lari ke kamar mandi. Memanglah sikap sarjana muda itu sering kali tergesa-gesa jika ada kegiatan, maklum ia mudah ngantuk sekaligus pelupa. Dalam perjalanan hidupnya tak sedikat kejadian yang membuat teman-temannya tertawa mengocok perut karena ulahnya. Pernah seketika ia tertidur di atas motor sampai menabrak mini bus yang sedang berhenti. Alhasil motor keluaran baru di tahun itu nyaris menjadi rongsokan yang tak  berguna, tapi sukurlah motor itu kembali bernyawa dan berguna kembali.
Baiklah kawan cukup prolog dari buku ini. Kini aku sendirilah yang harus menorehkan cerita dengan penuh material-material inti dari perjalanan hidupku. Yah inilah aku, Fauzi Nur Hidayat, tercatat di dikti sebagai seorang serjana lulusan Universitas Muhammadiyah Tangerang. Di usia yang ke dua puluh tahun ini akhirnya aku berdiri kokoh sebagai lulusan berkompeten di bidangku. Kalau kalian bertanya apa jurusanku di masa kuliah akan aku jawab: Program Studi yang aku ambil adalah Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Jadi kalian pasti mengira saya sebagai ahli puisi, ahli cerpen, atau ahli melobi dosen. Aaaah tidak, aku tak pandai melobi dosen untuk mendapat nilai yang baik, atau dapat jaminan nilai "A" di mata kuliahku. Cukuplah perkenalan pertama ini aku sudahi, semoga mata kalian bisa mengenalku dan saling memandang lebih dalam dari perkenalan singkat ini. Soalnya hari ini ada berkas lamaran yang sudah siap akan kubawa ke instansi pendidikan. Doakan kaririku kawan agar melejit seperti burung elang. Sampai jumpa!

***

Berpakaian rapih berdasi dengan sepatu kulit mengkilap sebenarnya bukan gayaku, tapi memang seperti inilah paras yang diinginkan dunia pendidikan. Agar terlihat sopan dan berwibawa di hadpan orang. Memanglah berpakaian mencerminkan etitut seseorang, maka para guru atau pendidik selalu berpakaian rapih. Aku pun penuh semangat di hari Senin pagi ini. Biasanya tubuhku di jam pagi masih tersaji di potongan bantal yang lezat, jelas lezat karena bantal secara tak sadar membuat kita tertarik untuk menggaulinya dengan kantuk yang hebat. Hari yang berharga ini sudah semua gerbaong zona nyaman kuterabos dan kuhancurkan. Baru hari inilah aku menjadi pejuang pagi, itulah tekad yang sejak dulu sulit kuimplementasikan. Padahal niat demikian sudah tertanam dari tahun lalu sejak aku masih sibuk-sibuknya menjadi mahasiswa tingkat akhir, tapi nyatanya aku selalu tersungkur dan lelap ditemang-timang kelalaian.“Aku yang dulu bukanlah yang sekarang dulu pengangguran sekarang baru cari kerjaan” nyanyian hati yang melengking di sudut-sudut kalbu. Tapi itu hanya sepintas penghibur diri. “Bismillahirahmanirahim selamat sampai tujuan” ucapku sambil menyalakan motor legendaku. Huuuuuuuust .....

***
Rumah Baru Di Lingkungan Berdasi.

Awan-awan kelabu masih membungkam mentari untuk sempurna menampakkan wajah di langit. Sedikit jidatnya menonjol demi menyinari semesta yang gelap gulita. Terik tak berdaya menjelma penyemangat raga, kali ini ia berkompromi dengan ilahi, tuk mengistirahatkan separuh jiwanya yang lelah dengan ulah manusia. sorot sinarnya yang sedikit tak meluluhlantahkan sarjana muda yang bersemangat menyongsong hidup penuh asa.
Lingkungan yang asri dan bangunan-bangunan kokoh tersaji pada mataku. Kutatap sekelilingku sekumpulan orang berpakaian rapih berwarna putih dan hitam. Berdasi dan memakai pantofel kinclong beserta tempat peneduh rambut yang sering disebut peci. Niatan menjadi pendidik semakin menguat kala kumelihat wajah-wajah belia yang murni. Tidak ada gincu di wajahnya, apalagi pemutih buatan yang palsu.
Aku melangkah cepat dari tempat spedah motorku. Iyah aku ini pemalu jika kaki asing menginjak pelataran baru. Mata ini sejak aku turun dari spedah motor, tak henti-hentinya memantau segala seisi lingkungan di sini. Kali ini kucari kantor yang bertuliskan office. Bukan berarti kantor ofice boy, salah jika itu tujuanku. Tetapi kantor guru. Yah itulah tujuanku datang ke tempat ini lingkungan yang dihiasi dengan penampilan-penampilan manusia berdasi.
“Assalamualakum, Pak, Bu, ada Bapak Kepala Sekolahnya?” ucapku.
“Ada Pak, dikantornya” jawab salah satu lelaki yang berpeci hitam dan bertubuh gempal.
“Dimana yah Pak kantornya” tanyaku dengan wajah pemanis buatan.
“Bapak lurus saja dari sini, nanti ada ruangan warna hijau, nah cari deh tulisan kantor Kepala Sekolah di situ Pak” sambil mengarahkan jari jempolnya.
“Terimakasih Pak”.
Dalam hatiku menerka “Pasti Bapak tadi guru PNS yang sudah bertahun-tahun dilantik”. Biasanya guru PNS wajahnya mulai terpahat waktu, dan berperut besar ketimbang guru honorer yang terlihat cungkring.
ketika berjalan aku bertanya-tanya pada bumi yang kupijak dan seisinya “Apakah langkahku diridhoi oleh penciptamu, sedangkan aku ini orang yang pernah merendahkan guruku dulu. Ketika ia bicara menjelaskan materi, aku sering mengobrol dibelakang, lalu ketika ia memberi tugas individu, aku sering pula melalaikannya. Sedangkan dalam kitab Ahlakulilnbanin yang dulu kupelajari. itu semua tindakan yang tak senono. Bahkan bisa menerima hal yang serupa ketika kita berada di posisi yang sama”. Pertanyaan ini belum terjawab dihidupku, mungkin akan terjawab ketika lamaranku ini diterima di salah satu instansi pendidikan.
“Assalamualaikum?” salamku di depan pintu kantor kepala sekolah yang masih tertutup rapat. Belum ada jawaban yang membalas salamku. Untuk yang kedua kalinya kulantunkan lagi salamku yang manis.
“Assalamualaikum” dengan suara yang lebih keras.
“Walaikumussalam” terdengar suara yang membalas salamku dari balik pintu. Kemudian terdengar kembali suara dari balik pintu itu yang memintaku untuk masuk. “masuk saja Pak, tidak dikunci!”
Kreeek... kulangkahkan kaki kananku terlebih dahulu untuk masuk. Segera kujabat tangannya Bapak yang juga berbadan besar dan sedikit buncit itu. Pakaiannya begitu sangat rapih lengkap dengan atribut pegawai kantoran. Bahkan sepatu dan warna pecinya lebih hitam dari kebanyakan gurur-gurur yang lain. Beliau menatapku tajam dengan matanya yang berlapis lensa tebal, tiba-tiba jantungku berubah menjadi beduk subuh yang mengusik telingaprajurit bunga tidur.

Bersambung***




No comments:

Post a Comment

Contoh Surat Lamaran Pekerjaan yang Dibutuhkan Oleh Industri dan Instansi

            Surat lamaran pekerjaan merupakan surat resmi yang ditujukan untuk instansi atau lembaga yang bertujuan untuk mendapatkan pekerj...