Praktik
Palsu Di Negeri Khayalan
Novel
Pagi ini langit mengutuk keras mentari untuk tetap meredup sampai
awan hitam menangisi semesta. Kicauan-kicauan syahdu menyerupai instrumental
merdu tak terdengar melengking, hanya terdengar decak tangis yang sunyi di pagi
hari. Aktifitas insan-insan petarung tak sehebat biasanya, yang terkadang
menggeluti rimbanya bumi.
Jam dinding menunduk lesu dengan jarum jam yang tak tegak menunjuk
terpampang di sudut kamar beruykuran 4 kali 5 meter. Kamar sederhana penuh
catatan-catatan jadwal yang mengatur aktifitas hidup.
“Hei
Nak Fauzi bangun !, lihat jam dinding di sudutmu sudah pukul 07.00. bukannya
hari ini kamu mau melamar kerja sebagai guru di SMA Hikmah Nusantara”, printah
si Mbok, sambil tangannya sibuk menarik-narik selimut lessu.
“Astagfirullahaladzim,
Mbok saya ketiduran setelah solat subuh tadi” jawab Fauzi sasegera
bergegas dan kalang kabut.
Si
Mbok hanya tertawa pelan melihat Fauzi keponakannya itu terpingkal-pingkal lari
ke kamar mandi. Memanglah sikap sarjana muda itu sering kali tergesa-gesa jika
ada kegiatan, maklum ia mudah ngantuk sekaligus pelupa. Dalam perjalanan
hidupnya tak sedikat kejadian yang membuat teman-temannya tertawa mengocok
perut karena ulahnya. Pernah seketika ia tertidur di atas motor sampai menabrak
mini bus yang sedang berhenti. Alhasil motor keluaran baru di tahun itu nyaris
menjadi rongsokan yang tak berguna, tapi
sukurlah motor itu kembali bernyawa dan berguna kembali.
Baiklah kawan cukup prolog dari buku ini. Kini aku sendirilah yang
harus menorehkan cerita dengan penuh material-material inti dari perjalanan
hidupku. Yah inilah aku, Fauzi Nur Hidayat, tercatat di dikti sebagai seorang
serjana lulusan Universitas Muhammadiyah Tangerang. Di usia yang ke dua puluh
tahun ini akhirnya aku berdiri kokoh sebagai lulusan berkompeten di bidangku.
Kalau kalian bertanya apa jurusanku di masa kuliah akan aku jawab: Program
Studi yang aku ambil adalah Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Jadi kalian
pasti mengira saya sebagai ahli puisi, ahli cerpen, atau ahli melobi dosen.
Aaaah tidak, aku tak pandai melobi dosen untuk mendapat nilai yang baik, atau
dapat jaminan nilai "A" di mata kuliahku. Cukuplah perkenalan pertama ini
aku sudahi, semoga mata kalian bisa mengenalku dan saling memandang lebih dalam
dari perkenalan singkat ini. Soalnya hari ini ada berkas lamaran yang sudah
siap akan kubawa ke instansi pendidikan. Doakan kaririku kawan agar melejit
seperti burung elang. Sampai jumpa!
***
Berpakaian rapih berdasi dengan sepatu kulit mengkilap sebenarnya
bukan gayaku, tapi memang seperti inilah paras yang diinginkan dunia
pendidikan. Agar terlihat sopan dan berwibawa di hadpan orang. Memanglah
berpakaian mencerminkan etitut seseorang, maka para guru atau pendidik selalu
berpakaian rapih. Aku pun penuh semangat di hari Senin pagi ini. Biasanya
tubuhku di jam pagi masih tersaji di potongan bantal yang lezat, jelas lezat
karena bantal secara tak sadar membuat kita tertarik untuk menggaulinya dengan kantuk
yang hebat. Hari yang berharga ini sudah semua gerbaong zona nyaman kuterabos
dan kuhancurkan. Baru hari inilah aku menjadi pejuang pagi, itulah tekad yang sejak
dulu sulit kuimplementasikan. Padahal niat demikian sudah tertanam dari tahun
lalu sejak aku masih sibuk-sibuknya menjadi mahasiswa tingkat akhir, tapi
nyatanya aku selalu tersungkur dan lelap ditemang-timang kelalaian.“Aku yang
dulu bukanlah yang sekarang dulu pengangguran sekarang baru cari kerjaan”
nyanyian hati yang melengking di sudut-sudut kalbu. Tapi itu hanya sepintas
penghibur diri. “Bismillahirahmanirahim selamat sampai tujuan” ucapku sambil
menyalakan motor legendaku. Huuuuuuuust .....
***
Rumah
Baru Di Lingkungan Berdasi.
Awan-awan
kelabu masih membungkam mentari untuk sempurna menampakkan wajah di langit.
Sedikit jidatnya menonjol demi menyinari semesta yang gelap gulita. Terik tak
berdaya menjelma penyemangat raga, kali ini ia berkompromi dengan ilahi, tuk
mengistirahatkan separuh jiwanya yang lelah dengan ulah manusia. sorot sinarnya
yang sedikit tak meluluhlantahkan sarjana muda yang bersemangat menyongsong
hidup penuh asa.
Lingkungan
yang asri dan bangunan-bangunan kokoh tersaji pada mataku. Kutatap sekelilingku
sekumpulan orang berpakaian rapih berwarna putih dan hitam. Berdasi dan memakai
pantofel kinclong beserta tempat peneduh rambut yang sering disebut peci.
Niatan menjadi pendidik semakin menguat kala kumelihat wajah-wajah belia yang
murni. Tidak ada gincu di wajahnya, apalagi pemutih buatan yang palsu.
Aku
melangkah cepat dari tempat spedah motorku. Iyah aku ini pemalu jika kaki asing
menginjak pelataran baru. Mata ini sejak aku turun dari spedah motor, tak
henti-hentinya memantau segala seisi lingkungan di sini. Kali ini kucari kantor
yang bertuliskan office. Bukan berarti kantor ofice boy, salah jika itu
tujuanku. Tetapi kantor guru. Yah itulah tujuanku datang ke tempat ini
lingkungan yang dihiasi dengan penampilan-penampilan manusia berdasi.
“Assalamualakum,
Pak, Bu, ada Bapak Kepala Sekolahnya?” ucapku.
“Ada
Pak, dikantornya” jawab salah satu lelaki yang berpeci hitam dan bertubuh
gempal.
“Dimana
yah Pak kantornya” tanyaku dengan wajah pemanis buatan.
“Bapak
lurus saja dari sini, nanti ada ruangan warna hijau, nah cari deh tulisan
kantor Kepala Sekolah di situ Pak” sambil mengarahkan jari jempolnya.
“Terimakasih
Pak”.
Dalam
hatiku menerka “Pasti Bapak tadi guru PNS yang sudah bertahun-tahun dilantik”.
Biasanya guru PNS wajahnya mulai terpahat waktu, dan berperut besar ketimbang
guru honorer yang terlihat cungkring.
ketika
berjalan aku bertanya-tanya pada bumi yang kupijak dan seisinya “Apakah
langkahku diridhoi oleh penciptamu, sedangkan aku ini orang yang pernah
merendahkan guruku dulu. Ketika ia bicara menjelaskan materi, aku sering
mengobrol dibelakang, lalu ketika ia memberi tugas individu, aku sering pula
melalaikannya. Sedangkan dalam kitab Ahlakulilnbanin yang dulu kupelajari. itu
semua tindakan yang tak senono. Bahkan bisa menerima hal yang serupa ketika
kita berada di posisi yang sama”. Pertanyaan ini belum terjawab dihidupku,
mungkin akan terjawab ketika lamaranku ini diterima di salah satu instansi
pendidikan.
“Assalamualaikum?”
salamku di depan pintu kantor kepala sekolah yang masih tertutup rapat. Belum
ada jawaban yang membalas salamku. Untuk yang kedua kalinya kulantunkan lagi
salamku yang manis.
“Assalamualaikum”
dengan suara yang lebih keras.
“Walaikumussalam”
terdengar suara yang membalas salamku dari balik pintu. Kemudian terdengar
kembali suara dari balik pintu itu yang memintaku untuk masuk. “masuk saja Pak,
tidak dikunci!”
Kreeek...
kulangkahkan kaki kananku terlebih dahulu untuk masuk. Segera kujabat tangannya
Bapak yang juga berbadan besar dan sedikit buncit itu. Pakaiannya begitu sangat
rapih lengkap dengan atribut pegawai kantoran. Bahkan sepatu dan warna pecinya
lebih hitam dari kebanyakan gurur-gurur yang lain. Beliau menatapku tajam
dengan matanya yang berlapis lensa tebal, tiba-tiba jantungku berubah menjadi
beduk subuh yang mengusik telingaprajurit bunga tidur.
Bersambung***
No comments:
Post a Comment