Thursday, February 1, 2018

Pantofel

     


       Hujan akhirnya turun di penghujung musim kemarau, membasahi segala sesuatu yang bernaung pada langit. Di tempat tempat sempit yang terjepit gedung-gedung berkaca, menggenang air hujan bernuansa kopi susu yang menjadi santapan spatu hitam dan sendal jepit. 

       Langkah-langkah berderap terdengar dari lelaki berbaju coklat  berpenampilan rapih dan berambut cepak. Dari penampilannya laki-laki ini seperti guru, nampaknya demikian karena ia juga membawa tas dinas hitam dan bersepatu pantofel yang  tidak kinclong. 
"Selamat pagi Pak Rosid?" Ucap warga yang menjadi tamu di Kotanya sendiri.
"Pagi Mas, Bu, mari".
    Itulah kehidupan seorang guru yang selalu mendapatkan keramahan masyarakat dan pusat perhatian dunia pendidikan. Tapi akhir-akhir ini di Kota itu, guru sudah layaknya peramu saji yang dengan tulus memberi ramuan pada aiswa untuk belajar namun jikalau melakukan salah, tak tanggung-tanggung jeruji besi yang dihadapkan. Bahkan Pak Rosid sendiri hampir dilaporkan ke polisi karena persoalan menyentil siswanya yang notabennya bandel dan sering bolos, untung saja pihak sekola mampu meredam keluarga siswa tersebut. 

       Karir seorang guru bukan lagi ditempatkan sebagai orang yang dihormati, diguguh dan tiru, tapi di setarakan dengan siswa. dengan dalih "HAM". Sebenarnya profesi guru sangat diminati di negeri ini. Berbondong-bondong para lulusan SMA menyerbu ke universitas yg berdiri menjulang tinggi untuk mendaftar menjadi mahasiswa keguruan. Belum lagi yg bekerja di perusahaan atau pabrik, mereka juga tidak kalah banyak mengambil fakultas keguruan, dengan membawa modal tekat yang kuat, hati yang tulus untuk menjadi seorang guru dan memiliki orientasi bahwa bukan uang yg mereka cari tapi kemajuan bangsa yang harus mereka gali. Tapi nyatanya setelah menjadi guru, keluhan demi keluhan mulai timbul dan menggerogoti orientasi. 
Pak Rosid salah satu sarjana, lulusan universitas ternama memilih jalan keguruan untuk menjembatani hidupnya ke tingkat kemulyaan, pertama kali ia mengajar di  sebuah desa kecil yang hanya ada satu sekolah MTs. Ia ditawarkan mengajar dengan gajih yang tak seberapa, kala itu 300 ribu perbulan. Karena orientasinya tidak mencari uang akhirnya ia menerima pinangan sekolah tersebut. 

      Pak Rosid menjalani karirnya dengan hati yg tulus. Terkadang ia mengalami kendala finensial untuk membeli bensin dan makan sehari-hari, tapi ia tidak berkecil hati dan tetap bersyukur sampai akhirnya Pak Rosid terpikat pada wanita cantik yang mengekang hatinya dan merubah pola pikirnya. Kebutuhannya mulai bertambah setelah ia menemukan pujaan hati. Ia sering kencan dan makan di tempat yang elit. Sering kali ia berbisik pada hatinya sendiri jika sedang berkencan dengan pacarnya. "Aduh uangku kira-kira cukup tidak yah makan ditempat se-elok ini". Pertanyaan-pertanyaan semacam ini kerap kali menghantui dirinya, lantaran dengan modal yang paspasan. Maklumlah gajih guru tak sebesar aparat pemerintah yang bersepatu kinclong dan tempat kerja yang mewah. Karena terhalang malu ia tidak pernah jujur pada pacarnya akan isi kantongnya dan pacarnyapun tak ingin menanyakan hal demikian karena takut menyinggung perasaan Pak Rosid.

       Kencan demi kencan berlalu kehidupan Pak Rasid pun yg masih bujangan semakin tersudut oleh keadaan. Ia menjadi serba salah menjadi guru. Ia merasa kinerjanya yang cukup baik di sekolah tidak sebanding dengan honor yang ia dapat, untuk beli semir sepatu pantofelnya saja harus berfikir dua kali, makannya sepatu Pak Rosid berwarna hitam padam. Berbeda dengan sepatu pejabat yang hitam kinclong mengkilap. Meski kerjaanya memantau rakyat dari balik lembaran nominal yang dilipat. citra pejabat di mata pak Rasid begitu rendah karena sering korupsi dan pencitraan. Makannya ia tidak tertarik menjadi pejabat kala itu. Teman-temannya waktu SMA banyak sekali yang menginginkan menjadi DPR atau Kabinet Negeri yang lainnya dan itu terbukti setelah lulus kuliah beberapa teman pak rasid menjabat sebai anggota DPR pada periode saat saat ini. 

        Ditengah-tengah waktu senggang Pak Rasid, salah satu temannya menelpon ingin bertemu dengannya untkuk Menjalin tali silaturahmi saja tuturnya. Pak Rasid tidak keberatan untuk memenuhi undangan itu, sehingga berangkatlah ia dengan memakai pantoefel kesayangannya.
"Sid apa kabar kamu?" Tutur temannya ketika sekian lama tak berjumpa.
"Alhamdulillah baik Sar. Kamu sendiri gimana?"
"Ya seperti apa yang kamu lihat ini" sambil menunjukan semua balutan baju dari spatu sampai kaca mata yang ia kenakan.
"Gagah kamu Sar, mentang-mentang jadi pegawai pemerintah" sambil tertawa bersama.

"Gini lho Sid,  maksud aku mengundangmu kesini tidak lain ingin menawarkan pekerjaan padamu. Aku tau kamu sebagai seorang guru, tapi aku juga tau bagaimana keuangan seorang guru. Kamu pasti sedang butuh uang saat ini kan? Ditambah pacarmu itu yang setiap bulan pasti minta dinikahi. Mau sampai kapan kamu seperti ini?. Nah aku ada kerjaan bagus dan kerjanya juga tidak cape. Kamu cuma mengawasi pegawai-pegawaiku, tapi biar dapat bonus tambahan kamu juga ikut turun ke lapangan. Bagaimana Sid, ini bisnis" ucap laki-laki berpantofel kinclong yang terlihat beda kelas dengan pantofelnya Pak Rosid. sambil mengisap rokoknya Pak Rosid mulai penasaran dan tergiur penawaran itu.

"Memang apa kerjaannya Sar?" Tanya Pak Rosid yang begitu penasaran.
"Sini aku bisikin!" Mereka  saling berbisak dan berjabat tangan, sepertinya ada persetujuan diantara kerja sama mereka. 

       Sebulan berlalu usai perjumpaan Pak Rosid dengn temannya, hidupnya menjadi lebih baik. Sepertinya bisnis sampingannya meroket cepat sampai-sampai jam mengajarnyapun terbengkalai. Tidak jarang siswa-siswanya hanya diberikan catatan saja, kelas lebih banyak kekosongan jika jam pelajarannya, akhirnya kegiatan belajar tidak berjalan dan hanya membodohi siswa dengan pembelajaran anomali, Sedangkan Pak Rosid malah asik mengurusi bisnisnya. Dandanan Pak Rosid sehari-harinya terlihat lebih mapan, apalagi sepatu pantofelnya sudah bukan yang dulu lagi berganti menjadi yang lebih mengkilap dan kinclong. Hampir setara dengan pejabat dan aparat pemerintah yang lain. Konon sih Pak Rosid ingin segera mengakhiri kelajangannya dengan menikahi Ardila wanita yang ia puja sampai rela berkorban tanpa memikirkan dirinya. Tapi itu dulu, lain cerita dengan sekarang. Pak Rosid bukanlah guru yang memiliki kantong sempit lagi. Entah apa pekerjaan sampigan yang ia jalani setelah perjumpaan itu.

"Saya terima nikahnya Ardila bin H. Sameun dengan maskawin emas 20 gram dan seperangkat alat solat dibayar tunai".

"Sah, sah, sah" suara ramai dan pesta meriah tersaji di pernikahan Pak Rosid. Ada banyak tamu penting yang menghadiri pernikahannya.

       Seusai acara itu, dimalam pertama Pak Rosid, Ardila menemukan sekoper barang aneh yang menyita perhatian matanya. Ketika hendak ia dekati, Pak Rosid segera mencegah istrinya. Meski istrinya meminta untuk membuka  tas koper itu tapi Pak Rosid tetap saja tidak mengizinkannya. Suasana perdebatan kecil itu segera cair karena perlakuan lembut Pak Rasid yang begitu romantis. Karena ini malam pertamanya Ardila pun tidak ingin melewatkannya begitu saja...
"Aku matikan saja ya sayang lampunya" penerangannya pun seketika gelap.

      Usia pernikahan mereka mulai menua, kasih sayang pun tidak terbendung. Pak Rosid pernah bercerita akan perihnya hidup kedua orang tuanya dulu. Seorang Ibu yg ditinggal pergi ayahnya karena terpencut dengan wanita lain yang hobi menggoda suami suami orang. Kala itu ia berusia 7 tahun tapi sudah menyaksikan tontonan bersaut-saut kencang dan lempar lemparan kata yang berbau premanisme. Pak Rosid mengalimi itu sampai ia pernah membenci ayahnya dan tidak akan memaafkan ayahnya. Atas kejadian tempo dulunya itu, Pak Rosid lebih melindungi kaum wanita dan tidak menginginkan kekerasan pada wanita terutama istrinya.

     Tok,tok, tok. Terdengar suara orang bertamu di siang hari. Pak Rosid yang sedang menghubungi temannya tak sempat membuka pintu rumahnya. Ia terlihat cemas dari raut wajahnya. Ada yang aneh dari gerak-gerik Pak Rosid sejak tadi ia kelabakan mondar mondir saat bertelepon, ditambah ada suara orang bertamu itu ia seperti didatangi malaikat maut yang siap mencabut nyawanya. Keringatnya bercucuran sampai menetes di hanpon. "Pak ada tamu tuh coba geh Bapak lihat yah" perintah istrinya.
" Aaah, Mamah aja deh, papah lagi pusing mah" sambil menuju kamarnya.
Istrinya pun segera melihat tamu yang datang dan ketika membuka tirai jendela yang terlihat dua lelaki berbadan tegap, berbaju seragam reami dan jaket kulit hitam. Istri Pak Rosid kaget tidak main

       Ia merasa heran untuk apa kedua laki-laki itu mendatangi rumahnya. Ia merasa bahwa selama ini keluarganya aman-aman saja dan tidak pernah menimbulkan masalah. Tapi itu semua hanya gerutu hatinya saja lalu sebelum ia membuka pintu istri Pak Rosid memberi tau suaminya akan kedatangan dua laki laki itu. 
"Pak yang datang dua laki laki tegap dan berpakaian layaknya pereman Pak".
Pak Rosid mengira bahwa itu adalah konsumen dari bisnisnya dan menyuruh istrinya untuk memberi masuk tamu itu.

"Memang rizki anak soleh tidak kemana yah meski dalam keadaan genting begini" kata Pak Rosid sambil berjalan menghampiri tamunya yang sudah dipersilahkan duduk oleh istrinya.
Sesampainya langkah pak rosid tiba di ruang tamu Pak Rosid terkejut bukan main. Ia langsung panik melihat dua tamu itu sambil menunjuk-nunjuk wajah kedua tamu itu. Istrinya pun merasa kebingungan dan aneh dengan tingkah suami tersayangnya. Tampa menyambangi tamu itu Pak Rosid lari terbirit-birit seperti melihat hantu dan melarikan diri melalui pintu belakang. Kedua tamu itu pun cepat tanggap melihat aksi Pak Rosid yang demikan dan mengejar Pak Rosid. Tak disangka-sangka kedua tamu itu membawa pistol di samping saku yang sengaja ia sembunyikan aksi saling kejar pun tidak terbendung lagi sampai akhirnya kedua tamu itu memutuskan menembak kaki kanan Pak Rosid. 

        Semua warga terkejut dengan kejadian ini apalagi setelah klarifikasi dua tamu itu yang merupakan anggota kepolisian yang menyamar. Tidak ada yang menyangka bahwa bisnis sampingan Pak Rosid adalah bisnis yang melanggar hukum atau tepatnya pengedar obat-obatan terlarang, ditambah sosok Pak Rosid yang sangat dihormati karena profesinya seorang guru. Hanya tangis dan sesal yang menjadi penghujung kejayaan  Pak Rosid. 

      Kini pantofel yang kinclong dan lapuk itu menggantung bersamaan tanpa ada yang memakainnya, karena Pak Rosid mendekam dibalik jeruji besi. Lambat laun warna mereka memudar dan menjadi sama. Tiada lagi kasta dan perbedaan yang terlihat. Hanya debu-debu yang bernyanyian di tubuh mereka.



No comments:

Post a Comment

Contoh Surat Lamaran Pekerjaan yang Dibutuhkan Oleh Industri dan Instansi

            Surat lamaran pekerjaan merupakan surat resmi yang ditujukan untuk instansi atau lembaga yang bertujuan untuk mendapatkan pekerj...